Analisis Kayu Glondongan yang Terbawa Banjir Sumatera Ditinjau dari Massa Jenis dan Hukum Archimedes

0
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


BANJIR SUMBAR: Foto udara anak-anak berada di antara potongan kayu gelondongan yang bertumpuk di pantai Air Tawar, Padang, Sumatera Barat, Jumat (28/11/2025). Sampah kayu gelondongan itu menumpuk di sepanjang pantai Padang pasca banjir bandang beberapa hari terakhir. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/YU)



Ayat ini menegaskan bahwa berbagai bencana, kerusakan alam, atau ketidakseimbangan lingkungan merupakan konsekuensi dari tindakan manusia sendiri, seperti eksploitasi alam, penebangan liar, atau ketidakadilan sosial.


“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar Rum : 41)


Peristiwa banjir besar yang melanda beberapa wilayah di Sumatera kembali menyisakan fenomena menarik sekaligus memprihatinkan: banyaknya kayu glondongan yang hanyut terbawa arus. Sebagian kayu tampak terapung, sementara sebagian lainnya berada dalam kondisi melayang di air atau bahkan tenggelam. Perbedaan perilaku kayu tersebut dapat dijelaskan melalui konsep massa jenis kayu dan prinsip dasar Hukum Archimedes.

1. Hukum Archimedes: Dasar Fisika Mengapa Benda Terapung atau Tenggelam

Hukum Archimedes menyatakan:

"Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam fluida akan mengalami gaya ke atas (gaya apung) sebesar berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut"

Dengan demikian, kondisi benda bergantung pada perbandingan antara massa jenis benda (ρᵦ) dan massa jenis air (ρₐ):

  • ρᵦ < ρₐ → benda terapung
  • ρᵦ = ρₐ → benda melayang
  • ρᵦ > ρₐ → benda tenggelam

Pada perairan banjir, ρₐ mendekati 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³.

2. Analisis Massa Jenis Kayu yang Terbawa Banjir

Kayu memiliki massa jenis yang bervariasi tergantung jenis, umur, kadar air, dan kondisinya (baru ditebang atau lapuk). Kayu ringan seperti sengon memiliki massa jenis sekitar 300–400 kg/m³, sedangkan kayu berat seperti ulin atau merbau dapat mencapai lebih dari 1000 kg/m³.


Fenomena di lapangan memperlihatkan beberapa kategori:

A. Kayu yang Terapung

Kayu yang terapung biasanya:

  • Memiliki massa jenis jauh lebih kecil dari air
  • Mengandung rongga udara alami
  • Bisa jadi baru ditebang, karena kayu segar masih memiliki struktur kuat yang menahan air masuk ke serat
  • Atau kayu lapuk kering, yang justru lebih ringan karena seratnya kehilangan massa padat

Kayu yang baru ditebang cenderung masih terapung selama struktur serat belum jenuh air.


B. Kayu yang Melayang

Kayu yang melayang berada dalam kondisi massa jenis mendekati air. Biasanya terjadi pada:

  • Kayu yang mulai jenuh air
  • Kayu yang sudah lama terendam
  • Kayu setengah lapuk yang rongganya terisi air namun masih ada bagian ringan

Kayu dalam kondisi ini bisa berasal dari hutan yang tergerus banjir atau dari kayu tebang liar yang tertahan di sungai sebelum hanyut saat debit meningkat.


C. Kayu yang Tenggelam

Kayu yang tenggelam memiliki massa jenis lebih besar daripada air. Bisa karena:

  • Kayu bermassa jenis tinggi secara alami (seperti ulin, sonokeling, merbau)
  • Kayu lapuk basah, yang seluruh pori-porinya sudah terisi air
  • Kayu baru ditebang tetapi dari jenis keras

Namun, kayu lapuk juga bisa tenggelam bila:

  • Proses pelapukan menyebabkan serat terbuka lebar
  • Air masuk sepenuhnya hingga kayu jenuh air
  • Massa jenis efektifnya meningkat mendekati atau melebihi air


3. Apakah Kayu Tersebut Kayu Lapuk atau Kayu Baru Ditebang?

Untuk menganalisis apakah kayu glondongan yang terbawa banjir merupakan kayu lapuk atau kayu hasil penebangan baru, perilaku terapungnya dapat menjadi indikator awal:

Indikasi Kayu Baru Ditebang
  • Umumnya masih terapung dengan stabil
  • Permukaan tampak berserat rapi, tidak keropos
  • Warna kayu masih cerah
  • Ujung potongan membentuk bidang alami dari alat tebang, seperti bekas chainsaw

Indikasi Kayu Lapuk / Lama Terendam

  • Cenderung melayang atau tenggelam
  • Struktur tampak keropos, warna kusam
  • Bagian dalam terisi air, berat meningkat
  • Tidak ditemukan bekas potongan alat tebang yang jelas


Kesimpulan Awal Fenomena di Lapangan

Jika sebagian besar kayu yang terbawa banjir masih terapung dalam jumlah besar, maka kemungkinan besar:

  • Kayu tersebut baru ditebang atau merupakan hasil tebangan liar
  • Belum lama tersimpan di tanah atau sungai
  • Tidak dalam kondisi lapuk atau jenuh air

Sebaliknya, kayu yang tenggelam atau melayang lebih mungkin merupakan:

  • Kayu lama yang terbawa longsor
  • Sisa lantai hutan lapuk
  • Batang tua yang sudah lama berada di dasar sungai

4. Implikasi Lingkungan

Fenomena banyaknya kayu terapung pada banjir besar dapat mengindikasikan:

  • Kerusakan hutan hulu
  • Penebangan liar (illegal logging)
  • Berkurangnya fungsi resapan air
  • Meningkatnya risiko banjir bandang dan sedimentasi sungai

Kajian massa jenis dan perilaku kayu berdasarkan Hukum Archimedes menjadi salah satu indikator awal untuk menilai sumber kayu tersebut.

5. Kesimpulan

Perilaku kayu glondongan yang terbawa banjir Sumatera dapat dijelaskan melalui analisis massa jenis dan Hukum Archimedes:

  • Kayu terapung → kemungkinan besar kayu baru ditebang atau kayu ringan yang belum jenuh air.
  • Kayu melayang → indikasi kayu setengah jenuh air atau mulai lapuk.
  • Kayu tenggelam → kayu berat secara alami atau kayu lapuk yang telah jenuh air.

Dengan memahami karakter ini, kita dapat menilai apakah kayu tersebut berasal dari penebangan baru atau sisa lapukan hutan, sekaligus menyoroti isu penting mengenai pengelolaan hutan dan lingkungan di wilayah terdampak.



Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)