Akal dan Fenomena Alam Semesta

0
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Keberadaan akal pada manusia tidak disangsikan lagi. Namun istilah akal tidak ditemukan sebagai kata dasar  di dalam Al-Qur'an, kecuali sebagai kata  turunannya yang merupakan kata kerja, misalnya:  ya‘qilu, ta‘qilu, na‘qilu, ya‘qilūna dan sejenisnya. Selain itu terdapat pula istilah yang menunjukkan aktivitas penggunaan akal sebagai gambaran yang umum, misalnya tafakkur, tadabbur, ‘ilm, nazr  dan  idrāk. Ada pula ditemukan sejumlah istilah yang mempunyai pengertian sebagai akal, antara lain al-albāb, an-nuhādan al-hijr. Istilah al-albāb berasal dari katalubb, yang dapat dimaknai sebagai intisari akal, adapun al-hijr merupakan  hasil dari perenungan akal. Sedangkan an-nuhā, memiliki pengertian yang tidak jauh  berbeda atau bahkan sama saja dengan pengertian pada al-hijr.

“Akal” adalah sesuatu yang mulia yang dikaruniakan pada makhluk Allah, manusia. “Akal” menjadi pembeda dengan makhluk lainnya. Malaikat juga memandang  bahwa “akal” sebagai sebuah kekuasaan, penguasaan atas berbagai ilmu pengetahuan. Anugerah akal bagi manusia merupakan kekuatan terbesar untuk memahami mekanisme kerja alam semesta dan kemudian dipergunakan untuk merekonstruksi asal muasal alam semesta, planet, dan sistem tatasurya. Akal manusia dipergunakan untuk memahami dan menginterpretasi fakta–fakta kauniyah dan juga ayat–ayat Qur'aniyah. Keberadaan akal menjadi kunci untuk memahami posisi alam semesta bagi kehidupan manusia sendiri, jalan untuk mengenal Allah sebagai pencipta dirinya dan juga sebagai pencipta alam semesta. Surah al-Baqarah: 164 merupakan salah satu contoh bahwa fenomena penciptaan langit (samāwāti)dan bumi (ardi), fenomena pergantian siang dan malam, fenomena pelayaran di atas lautan, air yang diturunkan dari langit (samā'),fungsi air menghidupkan bumi, pengisaran angin dan awan, sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang menggunakan akal (la āyātil li qaumiy ya‘qilūn).

"Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti." (QS al-Baqarah: 164)

Pemahaman astronomi untuk meng-ungkapkan benda–benda langit, fenomena langit, dan ruang yang ditempati oleh benda langit, ruang tempat hukum–hukum alam yang bekerja dalam ruang dan waktu masih berlaku dinamakan alam semesta. Alam semesta dalam Al-Qur'an diungkapkan dengan bahasa ‘langit dan bumi dan semua yang ada antara keduanya’  (al-samāwāti wal-ar○wa mā bainahumā).

Allah berfirman:" Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan..." (QS Al Ahqaf: 3)

Pertanyaan manusia pada abad 21 ini tentang alam semesta: Apakah alam semesta ada dengan sendirinya dan tak pernah punah? Bagaimana struktur dan evolusi alam semesta? Pertanyaan yang tak mudah dijawab dalam perspektif sains. Perlu pengetahuan dan data yang cukup untuk memahaminya dengan baik dan sempurna. Karena alam semesta terlalu luas, terlalu besar, terlalu kompleks dan usianya yang amat panjang dibanding dengan eksistensi manusia. Walaupun manusia menggunakan metodologi sains, namun sains sendiri mempunyai keterbatasan, terutama informasi yang berada dalam ruang dan waktu. Pandangan manusia yang absurd (sesuatu yang salah diyakini sebagai sebuah kebenaran) bisa sering terjadi karena keterbatasan informasi yang diterima manusia.

Salah satu aktivitas akal manusia menjelajah ke dalam dunia alam semesta yang luas dan kompleks tersebut dapat dilakukan melalui metodologi sains. Sebagian mengenal kata lain dari sains adalah ilmu pengetahuan. Berbagai kegiatan dalam bidang fisika, kimia, biologi dan astronomi dinamakan sains, dan kegiatan lain seperti musik, teologi, seni dan sebagainya tidak dinamakan sains.

Ada sebuah metodologi atau cara dalam sains yang tidak dijumpai dalam bidang lainnya. Dalam metodologi sains dikenal adanya eksperimen atau percobaan, tapi dalam bidang astronomi, seorang astronom tidak bisa melakukan eksperimen di langit. Astronom menggantikan kegiatan eksperimen dengan pengamatan astronomi terhadap kurir informasi (gelombang elektro magnet, meteorit, neutrino, gelombang gravitasi dan sebagainya) yang sangat cermat. Hal yang mirip juga berlaku bagi saintis yang berkecimpung dalam bidang sosial. Eksperimen dalam masyarakat bisa sangat mahal bagi kemanusiaan. Fitur atau kekhasan yang lain dalam dunia sains adalah cara membangun sebuah teori. Dalam hal ini eksperimen atau pengamatan merupakan bagian dari proses membangun sebuah teori, menjelaskan hasil ekperimen dalam konteks teori yang lebih umum. Dengan cara memahami teknik eksperimen dan pengamatan (empiris) serta merekonstruksi sebuah teori maka rahasia atau misteri dalam alam semesta dapat diungkapkan satu persatu. Manusia dapat mengambil manfaat dari pemahaman manusia terhadap alam semesta. Jadi, sains adalah produk aktivitas akal manusia yang di hasilkan dengan cara eksperimen atau pengamatan berulang-ulang untuk menghasilkan suatu teori yang bisa diuji oleh saintis lain sehingga bisa menjelaskan fenomena alam atau fenomena sosial.

Sains yang bisa menjelaskan fenomena alam disebut sains alami (natural science). Sains yang menjelaskan fenomena sosial disebut sains sosial (social science). Namun bila disebut "sains" saja, yang dimaksud adalah saind alami atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (IPA).


Sumber: Tafsir Ilmi, Kementerian Agama RI

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)