Di sebuah desa kecil, ada seorang anak bernama Ahmad yang gemar bermain dengan benda-benda unik. Suatu hari, ia menemukan sebuah batang besi hitam panjang di gudang kakeknya. Saat didekatkan ke paku, benda itu langsung menempel.
“Wah, kok bisa nempel sendiri tanpa lem?” seru Ahmad penasaran.
Kakeknya tersenyum. “Itu namanya magnet. Ia punya kekuatan yang tak terlihat, namanya medan magnet.”
Sejak hari itu, Ahmad mulai bereksperimen. Ia menaruh magnet di bawah meja, lalu meletakkan jarum di atasnya. Betul saja, jarum ikut bergerak seolah ada tangan gaib yang menggerakkannya. Ia terkagum-kagum.
“Kalau begitu, magnet bisa menarik semua benda dong?” pikirnya. Ahmad pun mencoba menempelkan magnet ke sendok plastik, koin emas mainan, dan bahkan kertas. Namun tidak ada yang menempel. Ia mulai bingung.
Malam itu, kakeknya menjelaskan. “Magnet hanya bisa menarik benda tertentu, terutama yang mengandung besi, nikel, atau kobalt. Itu disebut benda feromagnetik. Kalau plastik atau kayu, ya tidak bisa.”
Penjelasan itu membuat rasa ingin tahu Ahmad semakin besar. Keesokan harinya di sekolah, guru fisika membahas tentang kutub magnet. Guru menjelaskan bahwa magnet punya dua kutub: utara (U) dan selatan (S). Jika dua kutub yang sama didekatkan, mereka tolak-menolak, tetapi jika berbeda, mereka tarik-menarik.
Ahmad pun langsung mempraktikkan dengan dua magnet kecil. Ia mendorong kutub utara ke kutub utara lainnya, terasa ada gaya menolak yang seolah-olah ada dinding tak terlihat. Tetapi ketika utara dan selatan bertemu, keduanya langsung menempel kuat.
“Seperti manusia ya,” gumam Ahmad. “Kalau sama-sama keras kepala, pasti sulit dekat. Tapi kalau berbeda, bisa saling melengkapi.”
Sejak saat itu, pelajaran fisika bukan lagi sekadar angka dan rumus baginya. Magnet mengajarkannya bahwa ada kekuatan tak terlihat di dunia ini, yang meski tidak kasat mata, mampu menggerakkan, menarik, bahkan menolak. Dan Ahmad pun berjanji, ia akan terus belajar tentang sains, agar bisa menemukan lebih banyak rahasia alam.